Banyak ahli memberikan
pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata
partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu "Participate" yang
intinya mengandung makna "to take part or have share in an activity or
event".
Adapun menurut
ensiklopedi partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang
diikutsertakan dalam perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul
tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya.
Menurut FAO dalam Britha Mikkelsen (2003: 64) menyatakan bahwa partisipasi
merupakan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan
lingkungan mereka. Lebih lanjut, Britha menjelaskan partisipasi bisa menjadikan
slogan tanpa makna nyata. Partisipasi yang asli yang datang dari inisiatif
masyarakat sendiri merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namus sedikit
sekali masyarakt yang ikut aktif secara sukarela untuk mengingatkan
anggota-anggotanga ikut aktif dalam kegiatan pembangunan.
Pengertian yang
sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi
(2001: 201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan
menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian
saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat
juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan
mereka, mambuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
H.A.R.Tilaar (2009:
287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk
mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara
lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan
masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.
Dari beberapa
pengertian diatas bahwa konsep partisipasi memiliki makna yang luas dan
beragam. Sacara garis besar konsep partisipasi dapat ditarik kesimpulan adalah
suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan
pelaksanaan untuk untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dalam
partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam suasana yang demokratis.
Menurut Sugiyah dalam
Sundariningrum (2001: 38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua)
berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
Partisipasi Langsung
Partisipasi yang
terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses
partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan
orang lain atau terhadap ucapannya.
Partisipasi tidak
langsung
Partisipasi yang
terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.
Sedangkan hal serupa
juga dijelaskan Britha Mikkelsen (2003: 65), mengklasifikasikan dua alternatif
dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada diri
sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Keduanya mewakili partisipasi
yang bersifat transformasional dan instrumental dalam suatu proyek tertentu
serta dalam kombinasi yang berbeda. Sebagai sebuah tujuan, partisipasi
menghasilkan pemberdayaan, yakni setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya.
Subandiyah (1982: 2)
menyatakan bahwa jika dilihat dari segi tingkatannya partisipasi dibedakan
menjadi tiga yaitu:
Partisipasi
dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi dalam
proses perencanaan dan kaitannya dengan program lain.
Partisipasi
dalam pelaksanaan.
Cohen dan Uphoff yang
dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2009: 39) membedakan patisipasi menjadi empat
jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua,
partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan
pemanfaatan. Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi.
Pertama, partisipasi
dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan
penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang
menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan
ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagsan atau pemikiran, kehadiran
dalam rapat, dikusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang
diawarkan.
Kedua, partisipasi
dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan
administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan
merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan.
Ketiga, partisipasi
dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas
dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas
maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari
segi kuantitas dapat dilihat dari prosentase keberhasilan program.
Keempat, partisipasi
dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan
pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini
bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan
sebelumnya.Dengan demikian bahwa
partisipasi adalah alat dalam memajukan ideologi atau tujuan-tujuan pembangunan
yang normatif seperti keadilan sosial, persamaan dan demokrasi.
Partisipasi
dalam Pendidikan
Partisipasi merupakan
unsur yang utama dalam pengembagan dunia pendidikan dalam konteks
desentralisasi pendidikan melalui pelaksanaan otonomi pendidikan. Keterlibatan
masyarakat didalam pendidikan diharapkan untuk meningkatkan kesadaran dan kontribusi
dalam upaya mewujudkan peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan
partisipasi masyarakat.
Di lingkungan
pendidikan harus diupayakan penguatan partisipasi masyarakat dalam membangun
mutu pendidikan. Diharapkan dengan adanya penguatan partisipasi dapat mendorong
semua warga sekolah dan masyarakat ikut terlibat dalam menggunakan haknya untuk
menyampaikan saran dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan
sekolah, evaluasi program maupun pembuatan kebijakan sekolah secara umum.
Departemen Pendidikan
Nasional (2007: 46-48), mengartikan partisipasi pendidikan sebagai proses warga
sekolah dan masyarakat terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif,
secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan atau pengevaluasian pendidikan di sekolah.
Di lain pihak Mitsue Uemura yang dikutip oleh Sri Suharyati (2008: 22),
mengemukakan konsep partisipasi dalam pendidikan. Pendidikan tidak hanya di
sekolah tetapi juga dalam keluarga, masyarakat dan sosial. Sejalan dengan itu,
Nurkolis (2003: 125) mengungkapkan bahwa dalam era otonomi pendidikan ini
keluarga dan masyarakat bukan lagi pihak yang pasif hanya menerima
keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan akan tetapimereka harus
aktif bermain, menentukan dan membuat program bersama sekolah dan pemerintah.
Sedangkan Fasli Jalal
(2001: 202) mengungkapkan lebih lanjut bahwa ketika masyarakat terlibat,
seharusnya mereka memberikan waktu, uang, gagasan, kepercayaan, dan kemauan.
Ketika harapan mereka meningkat, maka upaya-upaya tindak lanjut perlu dilakukan
agar partisipasi masyarakat berkelanjutan.
Dari beberapa
pengertian partisipasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam pendidikan memiliki peran yang sangat urgen dalam peningkatan
kualitas penyelenggaraan pendidikan. Peningkatan partisipasi masyarakat akan
memudahkan penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan
nasional. Akan tetapi, partisipasi yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk
partisipasi pasif namun juga diharapkan dalam bentuk partisipasi aktif.
Sebagaimana dikemukakan
oleh Uemura yang dikutip oleh Nurkolis (2003: 127), yang menjelaskan tujuan
pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan.
Pertama, menurut Uemura
(1999) dalam tulisannya Community Participation in Education mengatakan bahwa
tujuan partisipasi tersebut untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan sehingga siswa bisa belajar lebih baik dan siap menghadapi perubahan
zaman.
Kedua, karena keterbatasan
sumberdaya terutama finansial yang dimiliki pemerintah, terutama seperti
negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, untuk menyelenggarakan
pendidikan bagi setiap warga.
Ketiga, meningkatkan
relevansi pendidikan karena selama ini pendidikan selalu ketinggalan dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di masyarakat.
Keempat, agar mendorong
terselenggaranya sistem pendidikan yang adil dengan menyediakan pendidikan bagi
anak kurang mampu, kaum wanita, masyarakat terasing dan suku minoritas. Kelima,
untuk meningkatkan kerjasama antara sekolah dan masyarakat dan mengurangi
konflik yang sering terjadi di sekolah.
Sejalan dengan pendapat
Uemura, Sugiyono (2007: 73) mengungkapkan tujuan partisipasi masyarakat adalah mendayagunakan
kemampuan yang ada pada masyarakat bagi kepentingan pendidikan nasional yang
terinci dalam: Membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan disekolah maupun
luar sekolah. Memelihara meningkatkan dan mengembangkan sekolah. Mamantau,
mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun luar
sekolah. Membantu dalam pembiayaan pendidikan yang diselenggarakan oleh
sekolah. Memelihara, meningkatkan dan mengembangkan sekolah. Dengan demikian
dapat disimpulakan bahwa tujuan partisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan
adalah sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat dalam wujud ide, kemampuan dan
potensi untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan disetiap satuan
pendidikan ataupun penyelenggaraan pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar