Social Icons

Pages

Minggu, 01 Desember 2013

Pengertian Partisipasi



Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu "Participate" yang intinya mengandung makna "to take part or have share in an activity or event".


Adapun menurut ensiklopedi partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Menurut FAO dalam Britha Mikkelsen (2003: 64) menyatakan bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Lebih lanjut, Britha menjelaskan partisipasi bisa menjadikan slogan tanpa makna nyata. Partisipasi yang asli yang datang dari inisiatif masyarakat sendiri merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namus sedikit sekali masyarakt yang ikut aktif secara sukarela untuk mengingatkan anggota-anggotanga ikut aktif dalam kegiatan pembangunan.

Pengertian yang sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2001: 201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, mambuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.

H.A.R.Tilaar (2009: 287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.

Dari beberapa pengertian diatas bahwa konsep partisipasi memiliki makna yang luas dan beragam. Sacara garis besar konsep partisipasi dapat ditarik kesimpulan adalah suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan pelaksanaan untuk untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dalam partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana yang demokratis.

Menurut Sugiyah dalam Sundariningrum (2001: 38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :

Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.
Sedangkan hal serupa juga dijelaskan Britha Mikkelsen (2003: 65), mengklasifikasikan dua alternatif dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada diri sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Keduanya mewakili partisipasi yang bersifat transformasional dan instrumental dalam suatu proyek tertentu serta dalam kombinasi yang berbeda. Sebagai sebuah tujuan, partisipasi menghasilkan pemberdayaan, yakni setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya.

Subandiyah (1982: 2) menyatakan bahwa jika dilihat dari segi tingkatannya partisipasi dibedakan menjadi tiga yaitu:
Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi dalam proses perencanaan dan kaitannya dengan program lain.
Partisipasi dalam pelaksanaan.
Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2009: 39) membedakan patisipasi menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi.
Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagsan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, dikusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang diawarkan.
Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan.
Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari prosentase keberhasilan program.
Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya.Dengan demikian bahwa partisipasi adalah alat dalam memajukan ideologi atau tujuan-tujuan pembangunan yang normatif seperti keadilan sosial, persamaan dan demokrasi.
 
Partisipasi dalam Pendidikan
Partisipasi merupakan unsur yang utama dalam pengembagan dunia pendidikan dalam konteks desentralisasi pendidikan melalui pelaksanaan otonomi pendidikan. Keterlibatan masyarakat didalam pendidikan diharapkan untuk meningkatkan kesadaran dan kontribusi dalam upaya mewujudkan peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan partisipasi masyarakat.
Di lingkungan pendidikan harus diupayakan penguatan partisipasi masyarakat dalam membangun mutu pendidikan. Diharapkan dengan adanya penguatan partisipasi dapat mendorong semua warga sekolah dan masyarakat ikut terlibat dalam menggunakan haknya untuk menyampaikan saran dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan sekolah, evaluasi program maupun pembuatan kebijakan sekolah secara umum.
Departemen Pendidikan Nasional (2007: 46-48), mengartikan partisipasi pendidikan sebagai proses warga sekolah dan masyarakat terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan atau pengevaluasian pendidikan di sekolah. Di lain pihak Mitsue Uemura yang dikutip oleh Sri Suharyati (2008: 22), mengemukakan konsep partisipasi dalam pendidikan. Pendidikan tidak hanya di sekolah tetapi juga dalam keluarga, masyarakat dan sosial. Sejalan dengan itu, Nurkolis (2003: 125) mengungkapkan bahwa dalam era otonomi pendidikan ini keluarga dan masyarakat bukan lagi pihak yang pasif hanya menerima keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan akan tetapimereka harus aktif bermain, menentukan dan membuat program bersama sekolah dan pemerintah.
Sedangkan Fasli Jalal (2001: 202) mengungkapkan lebih lanjut bahwa ketika masyarakat terlibat, seharusnya mereka memberikan waktu, uang, gagasan, kepercayaan, dan kemauan. Ketika harapan mereka meningkat, maka upaya-upaya tindak lanjut perlu dilakukan agar partisipasi masyarakat berkelanjutan.

Dari beberapa pengertian partisipasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan memiliki peran yang sangat urgen dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Peningkatan partisipasi masyarakat akan memudahkan penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Akan tetapi, partisipasi yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk partisipasi pasif namun juga diharapkan dalam bentuk partisipasi aktif.

Sebagaimana dikemukakan oleh Uemura yang dikutip oleh Nurkolis (2003: 127), yang menjelaskan tujuan pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan.
Pertama, menurut Uemura (1999) dalam tulisannya Community Participation in Education mengatakan bahwa tujuan partisipasi tersebut untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan sehingga siswa bisa belajar lebih baik dan siap menghadapi perubahan zaman.
Kedua, karena keterbatasan sumberdaya terutama finansial yang dimiliki pemerintah, terutama seperti negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, untuk menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga.
Ketiga, meningkatkan relevansi pendidikan karena selama ini pendidikan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di masyarakat.
Keempat, agar mendorong terselenggaranya sistem pendidikan yang adil dengan menyediakan pendidikan bagi anak kurang mampu, kaum wanita, masyarakat terasing dan suku minoritas. Kelima, untuk meningkatkan kerjasama antara sekolah dan masyarakat dan mengurangi konflik yang sering terjadi di sekolah.

Sejalan dengan pendapat Uemura, Sugiyono (2007: 73) mengungkapkan tujuan partisipasi masyarakat adalah mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat bagi kepentingan pendidikan nasional yang terinci dalam: Membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan disekolah maupun luar sekolah. Memelihara meningkatkan dan mengembangkan sekolah. Mamantau, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun luar sekolah. Membantu dalam pembiayaan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah. Memelihara, meningkatkan dan mengembangkan sekolah. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa tujuan partisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan adalah sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat dalam wujud ide, kemampuan dan potensi untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan disetiap satuan pendidikan ataupun penyelenggaraan pendidikan dalam konteks yang lebih luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar